

KUBURAN FILM
by
Mata Merah Putih
Terletak di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan tepatnya di Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI), di situlah Sinematek Indonesia (SI) bertempat.
Jika dilihat dari nama gedungnya, terdengar gedung itu penuh dengan segala hal yang berbau film. Namun kenyataannya, tidak. Sinematek hanya sebagian kecil saja dari gedung itu, bagian lainnya, sudah disewakan ke pihak lain untuk dijadikan perkantoran.
Sinematek Indonesia adalah pusat penyimpanan arsip film atau yang biasa disebut ‘kuburan film’. Sinematek dikelola oleh Yayasan Usmar Ismail, Usmar Ismail adalah pemilik lokasi ini sejak 1977. Kantor Sinematek berada di lantai empat, sedangkan perpustakaan film dan sejarahnya terletak di lantai lima dan tempat penyimpanannya seluas 100-m² terletak di bawah tanah.
Hingga kini, gedung yang tampak jelas seperti bangunan lama itu memiliki sekitar 3000 film di dalam arsipnya, kebanyakan film Indonesia, dan ada pula beberapa dokumenter asing. Sinematek juga menyimpan lebih dari 15.000 karya referensi, termasuk kliping koran, naskah drama, buku dan sebagainya. Ada pula poster film dan peralatan film.
Pusat arsip ini didirikan oleh Misbach Yusa Biran, sutradara film yang beralih membuat film dokumenter, dan Asrul Sani, seorang penulis naskah, pada tanggal 20 Oktober 1975. Biran sebelumnya mendirikan pusat dokumentasi di Institut Kesenian Jakarta pada akhir 1970 setelah mengetahui banyak film Indonesia yang hilang dari peredaran dan tidak adanya dokumentasi sinema dalam negeri.

Kumpulan poster film-film Indonesia dari dulu
hingga sekarang, terpampang di kantor Sinematek Indonesia.
Proyek ini disambut hangat oleh Gubernur Jakarta Ali Sadikin yang membantu Sinematek menerima dana dari Kementerian Penerangan. Ini adalah arsip film pertama di Asia Tenggara dan satu-satunya di Indonesia. Sebagian koleksinya adalah hasil sumbangan dan sebagian lagi dibeli, entah langsung dari produsernya atau pemilik teater. Sinematek bergabung dengan Federasi Arsip Film Internasional (Fédération Internationale des Archives du Film, atau FIAF) pada tahun 1977.
Sinematek menjadi bagian dari Yayasan Usmar Ismail pada tahun 1995. Tahun 2001, pemerintah pusat melarang semua organisasi nirlaba, termasuk arsip, menerima dana dari pemerintah, dana dari luar negeri juga distop. Keputusan ini membuat lembaga swasta non-profit ini kekurangan dana dan keanggotaannya di FIAF terancam. Arsip ini hanya mendapatkan 17 juta setiap bulannya dari Yayasan Pusat Film dan Dewan Film Nasional. Operasi di pusat ini melambat sampai-sampai Biran menyebut Sinematek mengalami koma.

Alat editing film yang terdapat di ruang perawatan, digunakan untuk memotong bagian pada film (sensor)
Pada 2012, Sinematek terus kekurangan dana. Dari Rp 320 juta yang dibutuhkan untuk mengoperasikan arsip secara efisien, penerimaan per bulannya hanya Rp 48 juta, untuk gaji karyawan habis Rp.26,5 juta, dan sisanya digunakan untuk biaya operasional. Pekerjanya digaji kurang dari 1 juta per bulan. Akibatnya, pengelolaan arsip tidak selesai. Ruang penyimpanan di bawah tanah memiliki penerangan yang tidak layak dan sejumlah tempat di sana sudah berlumut. Beruntung, pengendalian suhu dan kelembapan udaranya masih bagus. Meski pemerintah Indonesia menganggarkan dana untuk membangun gedung baru, para pekerja arsip yakin usaha itu sia-sia kecuali dana untuk pengelolaannya juga disediakan.
Sinematek saat ini memilki beberapa ruangan yang menjadi tempat untuk menaruh barang -barang dan film-film dahulu yang disimpan untuk menjadi arsip. Ruangan tersebut terdiri dari ruangan pengelolaan di lantai empat, lalu ruang perpustakaan di lantai lima, ruang gudang film dan ruang perawatan film di bawah tanah.
Di ruang pengelolaan, terdapat beberapa koleksi kamera-kamera lampau yang dipakai untuk membuat film pada jamannya. Lalu, terdapat juga koleksi ribuan film dahulu hingga saat ini yang sudah dikonvergensikan dari gulungan film hitam menjadi digital. Film tersebut diletakkan di sebuah komputer dan dapat digunakan oleh pengunjung yang ingin menonton film-film lama yang sudah langka dan tidak diproduksi kembali. Di lantai empat juga terdapat ruang mini theater yang dapat digunakan untuk rombongan pengunjung untuk menonton bersama. Kondisi lantai empat cukup rapi terlihat dari kondisi koleksi-koleksi benda bersejarahnya yang terawat dengan baik.
Memasuki lantai lima yaitu perpustakaan, pengunjung diberikan gambaran biskop-biskop tua yang ada di Indonesia. Ada pula grafik produksi film Indonesia mulai tahun 1926 sampai dengan 2007. Perpustakaan menyimpan ribuan buku, novel, dan naskah film jaman dahulu hingga saat ini dan sinetron-sinetron Indonesia. “Biasanya buku-buku disini juga dipakai oleh para sutradara yang ingin membuat film dahulu yang akan diproduksi kembali. Kadang juga ada aktor yang mempelajari karakter tokoh yang harus mereka dalami perannya,” ujar Budi tour guide Sinematek.
Tidak hanya pengunjung dalam negeri, tetapi pengunjung juga berasal dari luar negeri. Buku yang disajikan di perpustakaan ini tidak hanya buku untuk aktor dan sutradara saja namun, tempat ini juga menyediakan buku untuk make up karakter, kameraman, dan kru belakang layar. Selain buku, novel, dan naskah perpustakaan sinematek juga menyimpan biografi para artis yang terkenal pada jamannya, seperti, Rhoma Irama, Meriam Belina, dan artis legendaris lainya. Tak ketinggalan, koleksi poster dan penghargaan pun ikut terpampang. Kondisi di ruangan ini cukup tertata rapi. Namun, tak sedikit pula buku atau arsip arsip yang sudah kusam dan tidak dapat diselamatkan. “Masih banyak arsip yang susah diselamatkan, soalnya yang ngebersihinnya nggak banyak dan karyawannya pun nggak sebanding dengan arsip yang harus dikelola,” papar Budi.
Di lantai bawah (basement), terdapat dua ruangan yang menjadi gudang film dan tempat perawatan film. Pertama, gudang film yang menyimpan gulungan film dalam kaleng dan plastic dengan suhu 90 derajat celcius, agar film tidak rusak dan berjamur. Ruang satunya, ruang perawatan film, digunakan untuk membersihkan gulungan film yang sudah mulai rusak atau kotor. Di ruang yang sama, terdapat alat editing film secara manual. Aroma yang muncul di ruangan ini sangat menyengat karena bahan kimia yang digunakan untuk membersihkan gulungan film.
.


Pita film dibersihkan di alat ini, agar tidak blocking (mengeras)
SINEMATEK BUTUH PERHATIAN
Adisurya Abdy, Kepala Sinematek Indonesia, menceritakan bagaimana Senimatek berdiri pada awalnya. Ia menekankan bahwa Sinematek butuh perhatian. "Yang sekarang sangat dibutuhkan adalah kepedulian pemerintah terhadap lembaga ini," ujar pria yang sekaligus pembuat film ini.
Untuk menjaga agar sinematek tetap eksis, bisa menjaga kekayaan yang ada serta menambah koleksi-koleksi yang dibutuhkan, tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Tetapi yang terjadi, kondisi justru SI sangat memprihatinkan. “Anggaran yang kita terima tiap bulan cuma cukup untuk membayar gaji karyawan. Itu pun belum mencukupi kebutuhan mereka untuk hidup di Jakarta,” tambah Adisurya.
Kemendikbud memang pernah membantu membuat digitalisasi film seluloid koleksi SI senilai Rp 3 milyar dari total anggaran Rp 10 – 15 milyar. Tapi Kemendikbud lupa bagaimana mendanai tempat penyimpanan, perawatan dan orang-orang yang bekerja melakukan itu.
***
“Bukan hanya disimpan begitu saja, setiap 3 bulan sekali film-film tersebut direwind kembali agar tidak blocking. Karena effeknya kalau sampai terkena gambar maka film tersebut tidak dapat digunakan lagi," ujar Firdaus, perawat arsip film di Sinematek Indonesia.
Firdaus adalah salah satu dari pegawai Sinematek yang masih bertahan. Ia bekerja sejak tahun 1998. Sehari-hari ia bertugas untuk menjaga dan merawat koleksi film-film di Sinematek, di ruang perawatan film, yang terletak di basement gedung PPHUI.
Proses perawatan dan pembersihan film cukup panjang. dimulai dari pengecekan durasi,kondisi gambar, tingkat keasaman roll film tersebut. Setelah itu film pembersihan roll film itu dilihat dari debu, minyak, keseimbangan warna pada film serta sisa-sisa kimia yang terdapat di roll film.
Bukan hanya terdapat ruang perawatan saja, disana juga terdapat ruang penyimpanan roll film. Ruangan gelap tersebut suhunya telah ditentukan antara 9 derajat hingga 12 derajat celcius dan memiliki kelembaban 45 % hingga 65 %.
Setiap pembersihan film masih menggunakan alat- alat manual. Walaupun mesin pembersih sudah disediakan. Menurut Firdaus, agar mencegah gulungan roll film agar tidak blocking. Dan dibersihkan dengan bahan-bahan kimia yang cukup berbahaya, seperti larutan TCE.
Film-film yang disimpan mulai dari koleksi tahun 1935 sampai dengan sekarang. Ukuran tempat filmpun bervariasi ada yang 16 mm ada juga yang 35 mm. Setiap film di berikan kode penempatan dengan angka. Tetapi banyak film yang belum sempat di bersihkan dan tempat-tempat untuk menyimpan roll film banyak yang sudah karatan. disebabkan kekurangan sumber daya untuk merawat film-film tersebut.
Di sisi lain, kalangan insan film juga tidak peduli dengan kondisi SI. Banyak produser yang memberikan filmnya ke SI hanya sekedar untuk titip simpan, supaya filmnya terawat dengan baik. Mereka tidak pernah tahu bagaimana film-film bisa tetap utuh, meski jaman terus berganti.
Kadang ada produser yang datang lagi ke SI untuk meminjam filmnya yang dititipkan, karena motivasi keuntungan. Banyak yang datang meminjam film mereka untuk didigitalisasi, karena dengan format digital itu bisa dijual ke televisi atau perusahaan rekaman video.
Bukankah di negara-negara maju upaya pendokumentasian adalah sesuatu yang dipandang penting dan
selalu ada dalam skala prioritas perhatian? Betapa abainya pemerintah Indonesia terhadap pentingnya
pusat pendokumentasian dan pengarsipan film. Tidak hanya dari sudut pemerintah, pentingnya
memelihara film juga kurang diperhatikan oleh pekerja film itu sendiri, akibatnya karya cipta anak
negeri cenderung menunjukkan dengan jelas adanya orientasi yang bias dari para penggiat sinema
Indonesia.
Lalu, di manakah peran pemerintah Indonesia yang selalu gembar-gembor ingin mengembangkan perfilman Indonesia? Sampai saat ini, mereka pun tidak peduli.

Ruang mini teater Sinematek Indonesia, kapasitas 30 orang, dapat digunakan untuk menonton film yang terdapat di arsip Sinematek.
